USG adalah singkatan dari ultrasonografi. Yaitu suatu
alat yang menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi yang dipancarkan
oleh suatu penjejak (yang disebut transduser) pada suatu organ yang
diperiksa. “Jadi, pemeriksaan USG tidak memakai sinar X atau rontgen
untuk menghasilkan gambar janin,” terang dr. Judi Januadi Endjun, SpOG, sonologist, dari RSPAD Gatot Subroto/UPN Veteran Jakarta.
Lantas, gema kembali (echo) akan diterima dan
dipancarkan kembali oleh transduser. Selanjutnya, akan diubah menjadi
bentuk gambar titik-titik pada layar monitor. Dengan demikian dokter dan
ibu hamil dapat melihat janin. Walaupun gambar yang dihasilkan belum
sempurna, namun ahli USG akan dapat menunjukkan bagian mana yang kepala
dan mana yang kaki pada gambar yang masih kabur tersebut.
Kemajuan teknologi membuat hasil USG saat ini jauh
lebih baik. Jika dulu gambar yang dihasilkan kasar. Namun dengan
teknologi baru yang disebut USG 3 Dimensi, tampilan gambarnya lebih
jelas dan dapat berwarna. “Kita sudah bisa lihat profil muka si bayi
ini, seperti layaknya orang bikin patung. Memang masih nampak kasar dan
belum seperti pasfoto. Namun demikian kita sudah bisa lihat kalau
hidungnya pesek atau bila ada kelainan seperti bibir sumbing,” jelas
Judi.
Selain itu, alat ini memungkinkan kita mendapat
gambaran yang lebih jelas tentang berbagai hal yang menyangkut kondisi
janin pada setiap tahap perkembangannya. Karena alat ini memungkinkan
untuk melihat organ-organ janin dari berbagai sudut. Sayangnya mengingat
mahalnya alat ini belum semua rumah sakit bisa memilikinya.
Namun demikian harap diingat, USG itu hanya alat
bantu untuk diagnostik. Jangan dibalik, kata Judi, “seakan-akan kalau
tidak USG, dokter tidak bisa membuat diagnosa,” lanjutnya. USG hanya
menjadi alat bantu untuk sesuatu yang belum jelas. “Dengan USG,
kehamilan bisa diketahui lebih jelas, misalnya umur kehamilan atau bisa
diketahui lokasinya di dalam kandungan atau tidak.”
CARA KERJA
Untuk diketahui, USG bekerja dengan cara memanfaatkan
gelombang ultrasonik sebagai prinsip kerjanya. Jadi bukan dengan sinar
X, seperti yang diduga awam. “Itulah sebabnya,” kata Judi, “USG asalkan
dikerjakan oleh ahlinya, ‘relatif’ aman buat ibu dan janinnya.”
USG mempunyai frekuensi gelombang suara di atas 20
KHz (20. 000 gelombang per detik). Sebagai perbandingan gelombang suara
yang dapat kita dengar sehari-hari adalah 20-20.000 Hz. Untuk keperluan
diagnostik dibutuhkan sumber suara dengan frekuensi 1-20 MHz. “Namun
yang digunakan pada umumnya adalah 3,5 MHz, 5 MHz, serta 7,5 MHz.”
Penggunaan 3,5 Mhz atau lebih untuk USG perabdominam dan 5 Mhz atau
lebih untuk USG pervaginam.
Kendati relatif aman, sebaiknya USG dilakukan 2 kali
selama kehamilan, yaitu saat hamil muda (trimester I) dan trimester II
(pada masa kehamilan 18-20 minggu). “Sedangkan pada trimester III
biasanya dilakukan hanya atas indikasi.”
Mengapa demikian? “Karena USG ini menggunakan
gelombang frekuensi tinggi. Sehingga sebaiknya jika memang tidak perlu
sekali jangan terlalu sering menggunakan USG. Selain itu tidak ada
manfaatnya, kecuali kalau ada indikasi medisnya.” Tidak itu saja, “kalau
dilakukan tiap kali pemeriksaan juga akan jadi beban pasien. Bukankah
ia harus membayar biaya pemeriksaan tersebut?”
Dan karena penggunaan gelombang frekuensi tinggi,
sebaiknya USG ditangani oleh dokter yang ahli di bidang ini. “Dokter
yang menanganinya harus yang punya sertifikat. Sertifikat ini dapat
diperoleh dengan mengikuti pendidikan mengenai USG di PUSKI. Dengan
demikian USG akan menjadi aman digunakan.”
Karena, ujar Judi, jika USG ini sembarangan dipakai
bukan oleh ahlinya, “bisa terjadi ia tak tahu berapa lama waktu yang
harus digunakan. Pada percobaan di laboratorium, sel yang dikenai
gelombang frekuensi tinggi dalam waktu yang lama akan menjadi panas dan
rusak. Nah, kalau sel otak yang kena, bisa jadi ada salah satu struktur
syaraf yang jadi rusak. Bayangkan saja jika pusat penglihatan yang kena,
bagaimana bayinya nanti, kan?”
DUA PEMERIKSAAN
Secara umum, pemeriksaan USG yang digunakan di bidang
ilmu kebidanan ada 2 macam, yaitu perabdominal (lewat perut) dan
pervaginal (lewat vagina). Cara lain bisa transperineal atau
transrektal.
Pemeriksaan USG perabdominal biasanya dilakukan
pada kehamilan yang sudah cukup besar (lebih dari 12 minggu). “Karena
ukuran janin yang sudah cukup besar, sehingga diperlukan probe
(transduser yang mirip mikrofon) yang lebih
besar pula. Karena memang tak memungkinkan untuk lewat vagina.”
Sedangkan pemeriksaan USG pervaginal biasanya
dilakukan pada kehamilan kurang dari 12 minggu. Dengan dilakukan di usia
muda kehamilan inilah maka kita dapat menentukan secara lebih pasti
usia janin. Juga jumlah janin (kembar atau tidak), ukurannya, lokasi,
denyut jantung, dan keadaan uterus maupun organ-organ di sekitarnya.
“Dengan diketahuinya kelainan-kelainan pada janin
secara dini maka memungkinkan bagi dokter untuk bertindak lebih cepat
sehingga memberikan hasil yang lebih optimal.”
Selain itu, dengan pemeriksaan USG pervaginal, probe
USG bisa lebih dekat ke organ genetalia interna. Probe inilah yang akan
merekam gelombang suara yang dipantulkan oleh organ-organ tubuh si
janin. Nah, dengan lebih dekat ke janin maka memungkinkan untuk mendapat
gambaran yang lebih jelas. “Selain itu, pasien juga jadi tak perlu
repot untuk menahan air kencingnya.”
Perlu diketahui untuk pemeriksaan USG perabdominal
ibu hamil akan diminta menahan air kencingnya sebelum pemeriksaan.
Karena pada kehamilan trimester I, organ genitalia intern masih berada
di bawah rongga panggul. Tertutup oleh massa usus yang berisi gas,
selain juga dilindungi oleh tulang panggul sehingga menghalangi
penjalaran gelombang USG. Untuk mengatasi hal itu harus dibantu dengan
kandung kemih yang penuh. Dengan demikian kandung kemih itu akan
mendesak massa usus keluar dari rongga panggul sehingga rahim terdesak
lebih jauh. Itulah mengapa sering dikatakan juga air kemih itu sebagai
jendela ventilasi untuk meneropong ke dalam.
Yang jelas para ibu tidak perlu khawatir bahwa
pemeriksaan pervaginal ini akan menyebabkan perdarahan atau keguguran .
“Karena pemeriksaannya tidak memerlukan manipulasi atau penekanan pada
rahim.”
Sedangkan yang melalui perut, si ibu hamil harus
berbaring telentang dan perutnya akan diberi minyak atau jelly. Kemudian
sebuah transduser digerakkan perlahan-lahan di permukaan perut.
“Pemakaian jelly ini berguna karena di atas kulit terdapat lapisan udara
yang dapat memantulkan kembali gelombang suara yang datang.”
Nah, kini sudah jelas mengapa USG itu diperlukan.
Dengan bantuan dokter ahli di bidang ini, ibu hamil akan melihat
bagian-bagian dari calon bayinya, dari kepala, kaki, bokong, atau tulang
punggung si janin sampai jenis kelamin. Dan yang paling penting, bisa
mendeteksi adanya kelainan.
Indah Mulatsih
Aneka Manfaat USG
Para ibu sering salah menafsirkan manfaat pemeriksaan
USG ini. “Sering, kan, ibu-ibu hamil yang menolak pemeriksaan USG
karena merasa tidak perlu untuk memeriksa jenis kelamin anaknya.”
Padahal, menurut Judi, USG itu bukan hanya semata-mata untuk
melihat jenis kelamin janin. “Banyak manfaatnya. Terlebih lagi bagi ibu
yang mempunyai riwayat obstetrik buruk. Misalnya, memiliki kehamilan
ektopik, kista, mioma, atau bayinya cacat.”
Di antara manfaatnya adalah:
* Pada kehamilan trimester I:
– Menduga usia kehamilan dengan mencocokkan ukuran bayi.
– Menentukan kondisi bayi jika ada kemungkinan adanya kelainan atau cacat bawaan.
– Meyakinkan adanya kehamilan.
– Menentukan penyebab perdarahan atau bercak darah dini pada kehamilan muda, misalnya kehamilan ektopik.
– Mencari lokasi alat KB yang terpasang saat hamil, misalnya IUD.
– Menentukan lokasi janin, di dalam kandungan atau di luar rahim.
– Menentukan kondisi janin jika tidak ada denyut jantung atau pergerakan janin.
– Mendiagnosa adanya janin kembar bila rahimnya terlalu besar.
– Mendeteksi berbagai hal yang mengganggu kehamilan, misalnya adanya kista, mioma, dsb.
– Menentukan kondisi bayi jika ada kemungkinan adanya kelainan atau cacat bawaan.
– Meyakinkan adanya kehamilan.
– Menentukan penyebab perdarahan atau bercak darah dini pada kehamilan muda, misalnya kehamilan ektopik.
– Mencari lokasi alat KB yang terpasang saat hamil, misalnya IUD.
– Menentukan lokasi janin, di dalam kandungan atau di luar rahim.
– Menentukan kondisi janin jika tidak ada denyut jantung atau pergerakan janin.
– Mendiagnosa adanya janin kembar bila rahimnya terlalu besar.
– Mendeteksi berbagai hal yang mengganggu kehamilan, misalnya adanya kista, mioma, dsb.
Pada kehamilan trimester II & III:
– Untuk menilai jumlah air ketuban. Yaitu bila
pertumbuhan rahim terlalu cepat disebabkan oleh berlebihnya cairan
amnion atau bukan.
– Menentukan kondisi plasenta, karena rusaknya plasenta akan menyebabkan terhambatnya perkembangan janin.
– Menentukan ukuran janin bila diduga akan terjadi kelahiran prematur. “Jadi, lebih ke arah pertumbuhan janinnya normal atau tidak.”
– Memeriksa kondisi janin lewat pengamatan aktivitasnya, gerak nafas, banyaknya cairan amnion, dsb.
– Menentukan letak janin (sungsang atau tidak) atau terlilit tali pusar sebelum persalinan.
– Untuk melihat adanya tumor di panggul atau tidak.
– Untuk menilai kesejahteraan janin (bagaimana aliran darah ke otaknya, dsb).
– Menentukan kondisi plasenta, karena rusaknya plasenta akan menyebabkan terhambatnya perkembangan janin.
– Menentukan ukuran janin bila diduga akan terjadi kelahiran prematur. “Jadi, lebih ke arah pertumbuhan janinnya normal atau tidak.”
– Memeriksa kondisi janin lewat pengamatan aktivitasnya, gerak nafas, banyaknya cairan amnion, dsb.
– Menentukan letak janin (sungsang atau tidak) atau terlilit tali pusar sebelum persalinan.
– Untuk melihat adanya tumor di panggul atau tidak.
– Untuk menilai kesejahteraan janin (bagaimana aliran darah ke otaknya, dsb).
“Dengan demikian, jika hasilnya menunjukkan hasil
yang tidak normal, maka kita dapat bertindak lebih cepat untuk
menyelamatkan janin. Karena gangguan aliran darah pada janin dapat
mengakibatkan pertumbuhan janin terhambat dan pada keadaan yang sudah
berat dapat mengakibatkan kematian.”
Nah, dengan melihat begitu banyak manfaatnya,
tentunya akan rugi jika tidak melakukan USG. “Kerugiannya, ia jadi tidak
tahu bayinya cacat atau tidak.”